Harapan berpikir positif?


Doni baru berusia dua belas tahun, tetapi ia telah bertarung melawan kangker selama enam bulan. Para dokternya telah putus asa, begitu pula orang-orang lain yang dekat dengan lelaki-laki itu. Tetapi, doni tidak putus asa. Ia percaya bahwa ia akan bertumbuh menjadi peneliti dan ikut menemukan obat kanker suatu hari kelak. Ia khususnya sangat mengharapkan kedatangan seorang dokter yang berspesialisasi dalam mengobati jenis kangker yang diidapnya. Namun, sewaktu hari tiba, sang spesialis terpaksa membatalkan kunjungannya karena cuaca yang buruk. Semangat doni terpuruk. Untuk pertama kalinya, ia lunglai. Ia meninggal beberapa hari kemudian.

Harapan, apakah benar-benar ada pengaruhnya?. Kisah diatas tadi merupakan dampak harapan dan keputusasaan terhadap kesehatan. Anda mungkin pernah mendengar cerita dan merasakan langsung kedaan seperti ini. Kekuatan apa yang terlihat dalam kasus seperti itu? Apakah harapan benar-benar bisa menyembuhkan yang dipercayai beberapa orang? Optimisme, harapan dan emosi positif lainnya memang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kehidupan dan kesehatan seseorang. Tetapi, tidak semua orang sependapat dengan pandangan semacam itu. Beberapa peneliti menolak segala macam pernyataan tersebut dan menganggapnya sebagai cerita dongeng yang tidak ilmiah. Mereka lebih suka menganggap bahwa penyakit fisik disebabkan hanya oleh alasan-alasan fisik. Tentu saja, sikap skeptis terhadap pentingnya harapan bukan hal yang baru. Ribuan tahun yang lalu juga terjadi demikian, bahwa manusia hidup berdasarkan harapan dan akan mati tanpa harapan.

Kalau begitu, apa kebenaran tentang harapan? Apakah sekedar angan-angan, cara orang-orang mencari penghiburan dalam mimpi yang hampa? Atau, apakah ada alasan yang sah untuk melihat bahwa harapan bukan sekedar mimpi, melainkan sesuatu yang kita semua butuhkan demi kesehatan dan kebahagiaan, sesuatu yang memiliki dasar yang nyata dan manfaat yang nyata?

Mengapa kita membutuhkan harapan?. harapan bukanlah obat sakti yang bisa menyembuhkan segala sesuatu, dan hendaknya tidak dilebih-lebihkan nilainya. Dikeseharian, kenyataan yang sering ditemukan banyak orang yang mengidap penyakit fatal sedang bergulat dalam peperangan yang meletihkan dan menguras tenaga. Menambahkan rasa bersalah kepada beban mereka sudah berat tentulah merupakan hal yang sama sekali tidak ingin dilakukan oleh orang-orang yang mereka kasihi. Kalau begitu, haruslah kita menyimpulkan bahwa harapan itu tidak bernilai?

Sama sekali tidak. Yang harus ditumbuhkan adalah perawatan yang berfokus pada membuat kehidupan sipasien lebih menyenangkan dan nyaman selama ia berjuang. Inilah nilai perawatan yang menghasilkan keadaan pikiran yang lebih bahagia, bahkan pada orang yang sakit parah. Ada cukup banyak bukti bahwa harapan dapat melakukan hal itu dan lebih banyak lagi.

Nilai harapan adalah terapi ampuh. Dukungan ini diyakini membantu orang-orang mempertahankan sudut pandang lebih positif dan penuh harapan. Suatu penelitian di tahun 1989 mendapati bahwa para pasien yang menerima dukungan seperti itu hidup lebih lama, sedangkan riset belum lama ini ini tidak menemukan bukti yang sekuat itu. Namun, penelitian-penelitian telah meneguhkan bahwa para pasien yang menerima dukungan emosi mengalami lebih sedikit depresi dan nyeri daripada pasien yang tidak menerimanya. Perhatian penelitian lain yang berfokus pada peranan optimisme dan pesimisme sebagai penyebab penyakit jantung koroner. Lebih dari 1.300 pria dievaluasi dengan cermat untuk menentukan apakah mereka memandang kehidupan secara optimis atau pesimis. Sepuluh tahun kemudian, penelitian lanjutan mendapatkan bahwa lebih dari 12 persen pria-pria itu mengalami salah satu bentuk penyakit jantung koroner. Diantaranya, yang tergolong pesimis jumlahnya hampir dua kali lipat yang tergolong optimis.

Laura Kubzanzky, asisten profesor kesehatan dan perilaku sosial di fakultas kesehatan masyarakat Harvard, berkomentar, sebagian besar bukti untuk gagasan bahwa berpikir positif itu baik untuk kesehatan anda sebelumnya berupa cerita orang-orang. Penelitian ini menyediakan bukti medis aktual yang pertama untuk gagasan itu dalam bidang penyakit jantung. Beberapa penelitian telah mendapati bahwa orang-orang yang menganggap kesehatannya buruk lebih lambat pulih dari pembedahan dari pada orang-orang yang menganggap kesehatannya optimal. Bahkan umur panjang dikaitkan dengan optimisme.

Suatu penelitian mengkaji bagaimana lansia dipengaruhi oleh pandangan yang positif dan yang negative tentang penuaan. Sewaktu para lansia diberi pesan-pesan sepintas yang mengaitkan proses penuaan dengan hikmat dan pengalaman yang bertambah, mereka kemudian didapati berjalan dengan kekuatan dan energy yang bertambah. Malah, peningkatannya setara dengan hasil program olah raga selama 12 minggu.

Mengapa emosi-emosi seperti harapan, optimisme, dan sudut pandang positif tampaknya berfaedah untuk kesehatan? Barangkali para ilmuwan dan dokter belum cukup memahami pikiran dan tubuh manusia untuk menyediakan jawaban yang pasti. Meskipun demikian, para pakar yang meneliti pokok ini dapat membuat terkaan berdasarkan pengamatan. Misalnya, seorang profesor neorologi memperkirakan. Rasanya senang sewaktu berbahagia dan memiliki harapan. Itu adalah kondisi menyenangkan yang menghasilkan sangat sedikit stress, dan tubuh berkembang sehat dalam kondisi-kondisi itu. Itu adalah satu hal lagi yang dapat orang-orang lakukan untuk diri sendiri sebagai upaya agar tetap sehat. Gagasan ini di anggap baru dan inovatif oleh beberapa dokter, psikologi, dan ilmuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar